Basmalah

Basmalah

Widget

silahkan tempatkan kode iklan atau banner atau teks atau apalah terserah kamu disini yah

Senin, 09 Januari 2012

Cinta kepada Nabi adalah Parameter Keimanan


Bismillahirrohmaanirrahiim


Cetak halaman ini dalam bentuk PDFCetak halaman iniKirim halaman ini kepada rekan Anda via E-mail
Oleh: Ust. M. Aminullah
ImageBeberapa hari belakangan ini kasus pemuatan kartun Nabi Muhammad saw pada beberapa media di Barat menjadi sorotan dunia. Awalnya sebuah harian Jyllands-Posten di Denmark. Kemudian harian-harian di Spanyol, Perancis, dan Jerman pun mempublikasikannya. Saat ini protes keras meluas dari kaum muslimin dari Denmark sendiri, dari muslimin di negera-negera Barat dan Timur Tengah. Sebagaimana dilansir kantor berita Antara, Sekjen PBB menyampaikan kritiknya atas kasus ini, "Adalah penting untuk mengatasi kesalahpahaman dan rasa dendam di antara masyarakat yang berbeda keyakinan dan tradisi budaya melalui dialog damai dan saling menghormati."
Di negara-negara Timur Tengah, reaksi yang terjadi bukan hanya sebatas protes akan tetapi meningkat menjadi aksi boikot pada produk-produk Denmark. Beberapa negara juga menarik duta besarnya dari Denmark sebagai aksi diplomatik yang keras. Agaknya reaksi-rekasi keras ini membuat pemerintah Denmark yang tadinya keras kepala tidak mau menyatakan permintaan maaf kepada umat Islam, akhirnya menyampaikan maafnya.
Penggambaran makhluk hidup sendiri mendapatkan perhatian penting dalam Islam. Untuk tujuan pemurnian tauhid, kebanyakan ulama menyatakan ketidakbolehan atau haramnya menggambarkan sosok manusia dan hewan, dengan beberapa pengecualian, misalnya untuk keperluan pendidikan. Sejarah menunjukkan betapa banyaknya manusia tergelincir pada penyembahan patung dan berhala, ketika mereka terjebak pada kekaguman yang melampaui batas kepada tokoh-tokoh yang dibuat gambar atau patungnya. Kita tidak akan menyoroti masalah ini lebih jauh. Pembaca dapat merujuk kajian-kajian fiqh dalam hal ini.
Dalam kasus penggambaran kartun Nabi yang sedang kita bicarakan ada sisi lain yang penting, yaitu pelecehan terhadap pribadi Nabi. Nabi Muhammad digambarkan bersorban berbentuk bom atau dinamit dan banyak lagi penggambaran beliau yang tidak senonoh. Bagi muslim yang menghayati dan memahami benar perjuangan Rasulullah saw pastilah ada rasa sakit hati luar biasa mendapatkan beliau dihina. Bagaimana tidak, beliau adalah sosok yang kecintaannya kepada umat manusia begitu luar biasa, mengajak manusia ke jalan yang benar dalam menjalani kehidupan untuk kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat. Allah swt mengutus beliau kepada seluruh manusia adalah sebagai wujud kasih sayang (QS al Anbiya:107).
Beliau mengalami berbagai intimidasi yang keras dari kalangan kafir Quraisy, diusir dari negerinya dan bahkan diperangi, tapi itu semua tidak melunturkan kasih sayangnya untuk merangkul mereka ke dalam ajaran Islam dan memaafkan mereka pada saat Futuh Makkah. Dalam keadaan hampir berputus asa karena penolakan dan permusuhan kaum Quraisy di Makkah, beliau dengan penuh harap berda'wah ke Thaif. Di sana beliau malah disambut dengan lemparan-lemparan batu yang membuat beliau terluka cukup parah. Pada saat malaikat menawarkan untuk menimpakan bukit Thaif kepada para pendurhaka itu, beliau menjawab," Semoga Allah mengampuni mereka. Bila hidayah tidak turun kepada mereka, mungkin hidayah akan turun pada anak cucu mereka." Masih banyak kisah kehidupan Rasulullah dalam berda'wah yang menjelaskan betapa beliau amat mencintai umat manusia, amat bersedih dengan kesesatan mereka dalam kehidupan. Beliau amat menginginkan manusia memahami dan meyakini nilai-nilai iman. Untuk itu beliau ajak manusia dengan penuh hikmah ke dalam Islam. Karenanya penggambaran Nabi, apalagi dalam bentuk karikatur, sebagai sosok yang bengis dan teroris berbom sungguh sangat jauh dari keadaan pribadi beliau.
Di balik pelecehan terhadap Nabi Muhammad ini umat Islam kembali disentuh instrumen akal dan rasanya untuk berkaca kepada diri sendiri, sejauh manakah keimanan mereka kepada Nabi. Keimanan kepada Nabi ini menghajatkan rasa cinta. Rasa cinta ini hadir dari pengenalan mendalam akan kepribadian dan kerja tiada lelah beliau untuk da'wah. Beliau amat belas kasihan kepada orang-orang beriman (QS at Taubah:128). Bagi orang beriman hadirnya beliau mengusung risalah da'wah adalah kenikmatan dan karunia yang amat besar dari Allah, sebab beliau mengajarkan nilai-nilai kebenaran al Quran, mensucikan jiwa mereka dan menghiasi mereka dengan akhlak terpuji serta membuat mereka mengenal berbagai aturan kehidupan yang indah dan lurus (QS Ali Imran:164).
Orang beriman menghayati dan memahami bahwa beliau adalah teladan utama, karena memiliki akhlak amat mulia, sebagaimana dipersaksikan Allah:" Dan sungguh engkau (Muhammad) memiliki akhlak yang agung. " (QS al Qalam:4). Beliau senantiasa melalui detik-detik kehidupannya dalam dzikir kepada Allah. Peribadahannya di malam hari tiada tandingannya, hingga dikabarkan kaki beliau pernah bengkak karena begitu lamanya beliau berdiri dalam sholat. Jika tidak dalam keadaan berdzikir secara lisan, maka beliau pasti tengah memikirkan cara-cara terbaik dalam mengembangkan da'wah. Tiada hari beliau lewatkan kecuali memberikan kebaikan kepada orang lain. Beliau amat ramah, pemurah, rendah hati dan penuh perhatian membuat orang-orang amat senang berada di dekatnya. Beliau amat pemberani dalam kebenaran serta amat penyabar dalam menghadapi berbagai hambatan dan tantangan da'wah. Ini membuat orang-orang di sekitar beliau merasa aman dan bersemangat untuk berda'wah. Beliau mengajarkan apa arti sukses hakiki kehidupan di dunia dan beliau menjanjikan kebahagiaan amat besar di akhirat kelak bagi mereka yang berjuang untuk da'wah Islam. Ajaran-ajaran ini menjadi energi abadi bagi siapapun yang melangkahkan kaki mengikuti jejak beliau dalam berda'wah mengusung risalah Ilahi.
Pengenalan yang mendalam terhadap Nabi Muhammad dan misi yang beliau ajarkan akan melahirkan cinta mendalam kepada beliau. Dan ini akan menjadi pintu gerbang seorang muslim merasakan manisnya keimanan, sebab ketika kecintaan mereka kepada Allah dan RasulNya melebihi kecintaan kepada apapun, mereka akan merasakan halawatul iman (manisnya iman). Inilah hikmah yang dapat dipetik dari ayat," Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. " (QS at Taubah:24).
Allah swt selalu menghendaki kebaikan kepada umat Islam. Kejadian pelecehan terhadap Nabi Muhammad di Denmark dan beberapa negara lain seolah menjadi teguran bagi umat Islam untuk kembali menyegarkan kecintaan mereka kepada Nabi. Proses menuju puncak kecintaan terhadap Nabi memang mesti beriringan dengan pembelaan dan dukungan pada misi yang dibawa Nabi serta mengikuti ajaran al Quran. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS al A'raf:157).
Ingatkah kita akan kisah seorang sahabat Khabab bin al-Irts ra tatkala dia akan dihukum mati oleh orang kafir Quraisy? Orang Quraisy bertanya kepadanya, apakah dia mau kalau Muhammad menggantikannya sebagai terhukum dan ia sendiri bebas. Khabab menjawab tegas, bahwa ia bahkan tidak akan rela kalaupun Rasulullah kakinya tertusuk duri sekalipun. Jiwanya ia rela korbankan, bahkan agar kaki Rasulullah tidak tertusuk duri! Kisah Khabab ini hanyalah satu peristiwa saja yang menggambarkan kepada kita, bagaimana hebatnya para sahabat memuliakan dan menolong Nabi Muhammad saw.
Mengingat pentingnya masalah kecintaan terhadap Rasul ini, layaklah kalau Forum Persatuan Ulama Islam Internasional yang berada di bawah kepemimpinan DR. Yusuf Qardhawi, mengajak seluruh khatib, para ulama, para da'i di seluruh dunia, untuk menjadikan hari ini Jum'at 4 Muharram 1427 H yang bertepatan dengan 3 Februari 2006 lalu, sebagai "Hari Mencintai Rasul" dan menjadi solidaritas terhadap penghinaan Rasulullah saw oleh sejumlah media massa. Kemudian sebagai negara dengan mayoritas penduduknya umat Islam, wajar pulalah kalau pemerintah Indonesia lewat Departemen Luar Negeri meminta klarifikasi diplomatik dengan tegas terhadap negara-negara yang secara sengaja menyebarkan kartun pelecehan Nabi itu. Bagi negeri-negeri muslim, momentum ini mestinya menjadi momentum konsolidasi untuk memperkuat diri, membangun ' izzah (kemuliaan) umat Islam sedunia.
Sebagai catatan akhir, sebetulnya proses mencintai Rasul sendiri mesti menjadi hari-hari kehidupan umat Islam, sebab proses mencintai beliau adalah proses menuju kesempurnaan iman dan menjadi parameter keimanan itu sendiri. Bahkan seorang sahabat besar seperti Umar bin Khattab ra pernah berkata di hadapan Nabi, "Ya Rasulullah, sungguh engkau aku cintai daripada apapun juga, kecuali kecintaanku kepada diriku sendiri." Maka Nabi Muhammad mengatakan, "Tidak beriman salah satu dari kalian, sampai mencintai aku lebih daripada mencintai dirinya sendiri." Umar pun lekas menanggapi, "Maka engkau sekarang Demi Allah- lebih aku cintai daripada diriku sendiri!" Nabi pun berkata, "Sekarang, hai Umar." (HR Imam Bukhari). Maksudnya baru dengan kondisi tarakhir itulah Umar sampai pada kesempurnaan iman.
Wa Allahu a'lamu bish shawwab.

(Sumber : Ust. Adi Junjunan Mustafa, Chiba-Jepang, 7 Februari 2006)